Sabtu, 07 Mei 2011

Pajak Penghasilan Pasal 21,22,23,24,25,26

Pajak Penghasilan Pasal 21
1. Pajak Penghasilan Pasal 21
adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan  kegiatan.
2. Pemotong PPh Pasal 21
a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
b. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah
c. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), PT Taspen, PT ASABRI.
d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi subjek pajak luar negeri, dan peserta pendidikan, pelatihan dan magang.
e. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
f.  Penyelenggara kegiatan.
3. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
a. Pegawai tetap.
b. Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek, peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis.
c. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.
d. Penerima honorarium.
e. Penerima upah.
f.  Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris).
g. Peserta Kegiatan.
4. Penerima Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21
a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan  syarat:
- bukan warga negara Indonesia dan
- di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya  tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
b. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
5. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :
a. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara teratur berupa gaji,
uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang  sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpot, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun;
b. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau mantan pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap;
c. upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan atau pemagangan yang merupakan calon pegawai;
d. uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang pesangon dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja;
e. honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, terdiri dari :
1. tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris)
2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
3. olahragawan;
4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial;
7. agen iklan;
8. pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat;
9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan;
10. peserta perlombaan;
11. petugas penjaja barang dagangan;
12. petugas dinas luar asuransi;
13. peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan sebagai calon pegawai;
14. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
f. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya.

6. Tidak termasuk penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :
a. pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
b. penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak selain Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
c. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja;
d. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
e. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu (Psl 3(1) UU PPh). Ketentuannya di atur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 246/PMK.03/2008
Lain-Lain
1. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun.
2. Pemotong Pajak PPh Pasal 21 wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 tahunan (form 1721-A1 atau 1721-A2) kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir.
3. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka Bukti Pemotongan (form 1721-A1 atau 1721-A2 ) diberikan oleh pemberi kerja selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.
4. Penerima penghasilan wajib menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong Pajak PPh Pasal 21 yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau pada permulaan menjadi Subyek Pajak dalam negeri.
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
Tarif dan Penerapannya
1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai serta distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis, dikenakan tarif Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut:
- Pegawai Tetap; Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000,- setahun atau Rp 500.000,- (sebulan); dikurangi iuran pensiun. Iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
- Penerima Pensiun Bulanan; Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000,- setahun atau Rp 200.000,- sebulan); dikurangi PTKP.
- Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai : Penghasilan bruto dikurangi PTKP yang diterima atau diperoleh untuk jumlah yang disetahunkan.
- Distributor Multi Level Marketing/direct selling dan kegiatan sejenis; penghasilan bruto tiap bulan dikurangi PTKP perbulan.
2. Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan; mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus; peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana pensiun; dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan penghasilan bruto
3. Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan tarif PPh Psl 17 x 50% dari perkiraan penghasilan bruto - PTKP perbulan
4. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp.150.000 sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp. 1.320.000,- dan atau tidak di bayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp. 150.000. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp.1.320.000,- sebulan, maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360.
5. Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut:
- 5% dari penghasilan bruto diatas Rp 25.000.000 s.d. Rp. 50.000.000.
- 10% dari penghasilan bruto diatas Rp. 50.000.000 s.d. Rp. 100.000.000.
- 15% dari penghasilan bruto diatas Rp. 100.000.000 s.d.Rp. 200.000.000.
- 25% dari penghasilan bruto diatas Rp. 200.000.000.
Penghasilan bruto sampai dengan Rp. 25.000.000,- dikecualikan dari pemotongan pajak.
6. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima  honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh Ps. 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. lId kebawah, anggota TNI/POLRI Peltu kebawah/ Ajun Insp./Tingkat I Kebawah.
7. PTKP adalah :

No
Keterangan
Setahun
1.Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi
Rp. 15.840.000
2.Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
Rp.   1.320.000,-
3.Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
Rp. 15.840.000,-
4.Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang diatnggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap keluarga
Rp.   1.320.000,-

8. Tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan adalah:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,-
5%
Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,-
15%
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,-
25%
Diatas Rp. 500.000.000,-
30%

Contoh Penghitungan Pemotongan PPh PasaL 21
1. Penghasilan Pegawai Tetap yang diterima Bulanan
Contoh:
Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari sejak 1 Januari 2009. la memperoleh gaji
sebulan sebesar Rp. 2.000.000,- dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 25.000,- sebulan. Saefudin menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0).
Penghitungan PPh Ps. 21
Penghitungan PPh Ps. 21 terutang
Gaji Sebulan = 2.000.000
Pengh. bruto = 2.000.000
Pengurangan
Biaya Jabatan: = 5%x 2.000.000 = 100.000
Iuran pensiun = 25.000
Total Pengurangan = 125.000
Pengh netto sebulan = 1.875.000
Pengh. Netto setahun 12 x 1.875.000 = 22.500.000
PTKP setahun:
WP sendiri = 15.840.000
Tambahan WP kawin = 1.320.000
Total PTKP = 17.160.000
PKP setahun = 5.340.000
PPh Ps. 21 = 5 % x 5.340.000 = 267.000
PPh Ps. 21 sebulan = 22.250
2. Penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan
Contoh:
Teja status kawin dengan 1 anak pegawai PT. Mulia, pensiun tahun 2009. Tahun 2009 Teja menerima pensiun sebulan Rp. 2.000.000,-
Penghitungan PPh Ps. 21 :
Pensiun sebulan = Rp. 2.000.000
Pengurangan
Biaya Pensiun 5% x 2.000.000 = Rp. 100.000
Penghasilan Netto sebulan = Rp. 1.900.000
Penghasilan Netto setahun = Rp. 22.800.000
PTKP(K/1) = Rp. 18.480.000
PKP = Rp. 4.320.000
PPh Ps. 21 setahun = 5% x 4.320.000 = Rp. 216.000
PPh Ps. 21 sebulan (Rp. 216.000: 12) = Rp. 18.000
3. Pegawai tetap menerima bonus, gratifikasi, tantiem,Tunjangan Hari Raya atau tahun baru, premi dan penghasilan yang sifatnya tidak tetap, diberikan sekali saja atau sekali setahun.
Contoh :
Ikhsan Alisyahbani adalah pegawai tetap di PT Tiurmas Lampung Indah. la memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp. 2.200.000,00 menerima THR sebesar Rp. 600.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 25.000,00 sebulan. Ikhsan Alisyahbani menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0)
PPh Pasal 21 atas gaji dan THR
Penghasilan Bruto setahun = 12x 2.200.000 = Rp. 26.400.000
THR = Rp. 600.000
Jumlah Penghasilan Bruto Rp. 27.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5%x 27.000.000 = 1.350.000
Iuran pensiun 12x25.000 = 300.000
Total Pengurangan = Rp. 1.650.000
Penghasilan netto setahun Rp. 25.350.000
PTKP (K/0) setahun = Rp. 17.160.000
PKP setahun = Rp. 8.190.000
PPh Ps. 21 terutang:
5% x 8.190.000 = Rp. 409.500
PPh Pasal 21 atas gaji
Penghasilan Bruto setahun = 12x 2.200.000 = Rp. 26.400.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5%x 26.400.000 = 1350.000
Iuran pensiun 12x25.000 = 300.000
Total Pengurangan = Rp. 1.650.000
Penghasilan netto setahun Rp. 24.750.000
PTKP (K/0) setahun = Rp. 17.160.000
PKP setahun = Rp. 7.590.000
PPh Ps. 21 terutang: 5% x 7.590.000 = Rp. 379.500
PPh Pasal 21 atas gaji dan THR - PPh Pasal 21 atas gaji:
= Rp. 409.500,00 - Rp. 379.500,00
= Rp. 30.000,00

4. Penerima Honorarium atau Pembayaran lain.
Contoh :
Ali seorang penceramah memberikan ceramah pada lokakarya dan menerima honorarium Rp. 1.000.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong (tarif Pasal 17) : 5%xRp.1.000.000,00 = Rp. 50.000,00
5. Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dagangan atau petugas dinas luar asuransi.
Contoh:
Tri seorang penjaja barang dagangan hasil produksi PT Jaya, dalam bulan April 2009 menerima komisi sebesar Rp. 750.000,00
PPh Pasal 21 = 5% x Rp. 750.000,00 = Rp. 37.500,00
6. Penerima Hadiah atau Penghargaan sehubungan dengan Perlombaan.
Contoh:
Ali pemain tenis yang tinggal di Jakarta, menjadi juara dalam suatu turnamen dan mendapat hadiah Rp. 30.000.000,00  PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen adalah :
5% x Rp. 30.000.000,- = Rp. 1.500.000,-
7. Honorarium yang diterima tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
Contoh :
Gatot seorang arsitek, bulan Maret 2009 menerima honorarium Rp.20.000.000,00 dari PT.Abang sebagai imbalan atas jasa teknik.

Penghitungan PPh Pasal 21 :
15% x 50% x Rp. 20.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00
8. Penghasilan atas Upah Harian.
Contoh :
Eko pada bulan Agustus 2009 bekerja sebagai buruh harian pada PT Dayat Harini Perkasa. la bekerja sehari sebesar Rp. 120.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
Upah sehari = Rp. 120.000,00
Batas Upah harian yang Tidak di potong PPh = Rp. 150.000,00
PKP Sehari = Rp. 0,00
PPh Pasal 21 Sehari = (5% x Rp. 0,00) = Rp. 0,00
9.Penghasilan berupa uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua (THT), dan uang pesangon yang dibayarkan sekaligus oleh Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan.
Contoh :
Eko bulan Maret 2009 menerima tebusan pensiun dari Dana  Pensiun “ X” Rp. 70.000,000.
Penghasilan Bruto Rp.70.000.000, Dikecualikan dari Pemotongan Rp.25.000.000
Penghasilan dikenakan pajak Rp.45.000.000,
PPh Pasal 21 terutang:
5% x Rp. 45.000.000,00                = Rp. 2.250.000,-
Jumlah PPh Pasal 21 terutang          = Rp. 2.250.000,-
Pajak Penghasilan Pasal 22
Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
1. Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
II. Pemungut & Objek PPh Pasal 22
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;
2. Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD);
4. Bank Indonesia (Bl), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT.Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;
5. Industri semen, industri rokok putih, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6. Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas, atas penjualan hasil produksinya.
7. Industri dan eksportir perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Paja, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

III. Tarif PPh Pasal 22
1. Atas impor:
a. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;
b. yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
c. yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.

2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJA, Bendaharawan Pemerintah, BUMN/BUMD (angka II butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian dan tidak final.

3. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
- Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
- Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
- Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
- Rokok = 0.15% x Harga Bandrol (Final)
- Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)


4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas adalah sebagai berikut:
Jenis Bahan Bakar
SPBI Swastanisasi (%dari penjualan)
SPBU Pertamina (%dari penjualan)
Premiun
0,3
0,25
Solar
0,3
0,25
Premix/SuperTT
0,3
0,25
Minyak Tanah

0,3
Gas LPG

0,3
Pelumas

0
 Catatan:
Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur /dealer/agen,bersifat final.

5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul (angka II butir 7) ditetapkan sebesar 0,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN.


IV. Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).
2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
8. Impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh DJBC.
9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
V. Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
2. Atas pembelian barang (angka II butir 2,3, dan 4) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
3. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan;
4. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
5. Atas pembelian bahan-bahan (angka II butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.
VI. Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
1. PPh Pasal 22 atas impor barang (angka II butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP).PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro dalam jangka waktu 1(satu) hari setelah pemu-ngutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 2 dan 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro secara kolektif pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu:
- lembar pertama untuk pembeli;
- lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
- lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa pajak berakhir.
3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 4) disetor oleh pemungut atas nama Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
4. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5 dan 7) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
5. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II butir6) disetor sendiri oleh Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order) ditebus dengan menggunakan SSP. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
- lembar pertama untuk pembeli;
- lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
- lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

Pajak Penghasilan Pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Subjek Pajak atau penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap.
Pemotong Pajak
 
1.badan pemerintah;
2.subjek pajak badan dalam negeri;
3.penyelenggara kegiatan;
4.Bentuk Usaha Tetap;
5.perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
6.orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23, yaitu :

a.akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas; atau

b.orang pribadi yagn menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran beruapa sewa.
 
Tarif Dan Objek Pajak
 
1.Sebesar 15% dari jumlah bruto atas :

a.dividen, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf "g" Undang-undang PPh;

b.bunga, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf "f";

c.royalti;

d.hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Ayat (1) huruf "e" Undang-undang PPh.
Hadiah dan penghargaan yang dipotong  Pajak Penghasilan 21 adalah hadiah dan penghargaan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan yang diselenggarakan, misalkan kegiatan olah raga, keagamaan, kesenian, dan kegiatan lainnya.
Adapun hadiah dan penghargaan yang dipotong  Pajak Penghasilan 23 adalah hadiah dan penghargaan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan yang diselenggarakan.
2.
Sebesar 15% dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi.
3.
Sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto atas :

a.sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang dikenakan PPh yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996;

b.imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan hukum, jasa konsultan pajak, dan jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) huruf "c" Undang-undang Pajak Penghasilan, yang dilakukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.

Jenis Jasa Lain Dan Perkiraan Penghasilan Neto Atas Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Dan Jasa Lain
 
No.
Perkiraan Penghasilan Neto
Jenis Jasa
1.50% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN
Jasa profesi, termasuk jasa konsultan hukum dan jasa konsultasi pajak
2.40% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN
a.Jasa teknik dan jasa manajemen


b.Jasa perancang/desain :



u Jasa perancang interior dan jasa perancang pertamanan;



u Jasa perancang mesin dan jasa perancang peralatan;



u Jasa perancang alat-alat transportasi/kendaraan;



u Jasa perancang iklan/logo;



u Jasa perancang alat kemasan.


c. Jasa instalasi/pemasangan :



u Jasa instalasi/pemasangan mesin dan jasa instalasi/pemasangan peralatan;



u Jasa instalasi/pemasangan listrik/telepon/air/gas/TV kabel.


d. Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan :



u Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan mesin dan jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan peralatan;



u Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan alat-alat transportasi/kendaraan;



u Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan  bangunan.


e.Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, tidak termasuk sewa gudang yang telah dikenakan PPh Final berdasarkan PP Nomor 29 Tahun 1996.


f. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga.


g. Jasa pemanfaatan informasi di bidang teknologi, termasuk jasa internet.


h. Jasa telekomunikasi yang bukan untuk umum.


i. Jasa akuntansi dan pembukuan.


j. Jasa pengolahan/pembuangan limbah.


k.Jasa penebangan hutan, termasuk land clearing.


l.Jasa pengeboran (jasa drilling) di bidang penambangan minyak gas dan bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap.


m.Jasa penunjang di bidang penambangan migas.


n.Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas.


o.Jasa perantara.


p.Jasa penilai.


q.Jasa aktuaris.


r.Jasa pengisian sulih suara (dubbing) dan/atau mixing film.


s.Jasa maklon.


t.Jasa rekruitmen/penyediaan tenaga kerja.


u.Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan/pemeliharaan dan perbaikan.
3.26,67% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN
a.Jasa perencanaan konstruksi.


b.Jasa pengawasan konstruksi
4.13,33% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN
Jasa pelaksanaan konstruksi
5.10% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN
a.Jasa pembasmian hama


b.Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Perkiraan Penghasilan Neto Atas Penghasilan Sewa (Kecuali Persewaan Tanah/Bangunan) Dan Penggunaan Harta
 
No.
Perkiraan Penghasilan Neto
Jenis Jasa
1.20% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN
Sewa dan penghasilan lainnya sehubungan dengan pengunaan harta khusus kendaraan angkutan darat.
2.40% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Bukan Objek Pajak
 
1.penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
2.sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usahaa dengan hak opsi;
3.dividen atau bagian laba yang diterimaa atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan syarat :

a.dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

b.bagi Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut;
4.bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha:
5.bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

a.merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; dan

b.sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
6.Sisa Hasil Usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
7.bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Sesuai Keputusan Menteri Keuangan telah ditetapkan batas jumlah sebesar Rp. 240.000,00 setiap bulan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
Atas bunga simpanan yang jumlahnya di atas Rp. 240.000,00 dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari seluruh bunga yang diterima dan bersifat final.

Saat Terutang, Penyetoran, Dan Pelaporan
 
1.Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan;
Yang dimaksud dengan saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan adalah saat pembebanan sebagai biaya oleh pemotong pajak sesuai dengan metode pembukuan yang dianutnya.
2.Pajak Penghasilan Pasal 23 harus disetor oleh Pemotong Pajak selambat-lambatnya tanggal 10 takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
3.
Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
4.Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pajak Penghasilan yang dipotong.


PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
>> Rabu, 03 Desember 2008
Pajak penghasilan pasal 24 ialah Pajak penghasilan yang terutang atau dibayarkan di luar negeri atas penghasilan yang di terima atau yang diperoleh dari luar negeri yang dapat di kreditkan terhadap pajak penghasilan yang terhutang atas seluruh wajib pajak dalam negeri.
Supaya tidak terjadi penghitungan ganda maka pajak tersebut dapat di kreditkan oleh perusahaan dengan cara:
1.Menghitung batas Maksimum pajak luar negeri
2.Pajak penghasilan yang di kreditkan dalam pajak tahun yang sama

Rumus menghitung Maksimum Pajak Luar Negeri
Penghasilan Luar Negri X PPH Terhutang
Total Penghasilan Netto LN+DN

Cara Menghitung kredit pajak luar negeri yaitu :
a. Pajak penghasilan yang dikenakan ialah pajak penghasilan pada tahun yang sama
b. Menghitung batas maksimum kredit pajak luar negeri atau eksemi
c. Bandingkan batas MKPLN(Maksimum Pajak Luar Negeri)dengan pajak yang dipotong diluar negeri dan PPh terutang pada tahun berjalan
d. Yang boleh menjadi kredit pajak adalah yang jumlahnya lebih kecil kredit PPh 24 tidak boleh melebihi Jumlah PPh terhutang pada tahun berjalan
e. Bila ada kerugian luar negeri tidak boleh di kompensasikan dengan penghasilanyang diterima di dalam negeri

Yang dimaksud dengan Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri adalah pajak yang berkenaan atas usaha atau pekerjaan di luar negeri, sedangkan yang dimaksud pajak atas penghasilan yang dibayarkan di luar negeri adalah pajak atas penghasilan dari modal dan penghasilan lainnya di luar negeri misalnya bunga,deviden,royalty.

Contoh Soal PPh 24 :
PT.CNEA yang berada di Jakarta Mempunyai Penghasilan sebagai berikut :
a. Di Negara Australia memperoleh Laba Rp 2000000000 dengan tariff pajak sebesar 40%(Rp 800000000)
b. Di Negara Singapura Memperoleh Laba Rp4000000000 dengan tariff pajak sebesar 25% (Rp 1000000000)
c. Di Negara Malaysia Rugi 3000000000
d. Penghasilan Usaha dalam negeri 4000000000

Perhitungan PPh 24 adalah sebagai berikut :




Pajak yang terhutang di Australia Rp 1000000000, MKPLN yang dapat di kreditkan Rp 1193000000,kita ambil yang Rp 1000000000 (yang paling kecil ).Jadi jumlah kredit pajak luar negeri yang dikenakan adalah Rp 596500000 + Rp 1000000000 = Rp 1596500000

Dari contoh di atas kita bisa lihat kerugian di Negara Malaysia Rp 2500000000 tidak di kompensasikan ( Tidak Seperti kalau kita menghitung PPh badan dalam negeri dimana kerugian akan mendapatkan kompensasi selama 5 tahun berturut-turut )




Menghitung angsuran PPh pasal 25
Besarnya angsuran PPh dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan (PPh pasal 25) sama dengan Pajak Penghasilan terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
- PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan 23 serta yang
dipungut sebagaimana dimaksud dalam pasal 22; dan
- PPh yang dibayar/terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 24
Dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam tahun pajak atau bagian tahun pajak.
Perhitungan tersebut dibedakan menjadi dua yaitu untuk Wajib
Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak Badan.
a. Penghitungan angsuran PPh pasal 25 untuk Wajib Pajak
Orang Pribadi:
PPh menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu
xxx
Pengurangan/kredit pajak
PPh pasal 21
xx
PPh pasal 22
xx
PPh pasal 23
xx
PPh pasal 24
xx
Total kredit pajak
xxx (-)
Dasar penghitungan angsuran
xxx
PPh pasal 25 = dasar penghitungan angsuran : 12 (banyaknya bulan dalam
bagian tahun pajak)
Contoh:
Pajak penghasilan yang terutang atas Bapak Sariman berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2006 sebesar Rp60.000.000. Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga serta yang terutang atau
dibayar di luar negeri dalam tahun 2006 adalah sebagai berikut:
- pemotongan PPh pasal 21 melalui pemberi kerja Rp12.000.000
- pemotongan PPh pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp15.000.000
- pemotongan PPh pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan sebesar Rp5.000.000
- pembayaran pajak di luar negeri yang dapat dikreditkan (PPh pasal 24) sebesar
Rp4.000.000
penghitungan angsuran PPh pasal 25 untuk tahun 2007 adalah sebagai berikut:
PPh terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2006
Rp60.000.000
Kredit Pajak:
PPh pasal 21
Rp12.000.000
PPh pasal 22
Rp15.000.000
PPh pasal 23
Rp 5.000.000
PPh pasal 24
Rp 4.000.000
Total kredit pajak
Rp36.000.000
Dasar penghitungan angsuran
Rp24.000.000




Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak setiap
bulan (PPh pasal 25) dalam tahun 2007 adalah:
Rp24.000.000 : 12 = Rp2.000.000
b. Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak
Badan
PPh menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu
xxx
Pengurangan/kredit pajak:
PPh pasal 22
xx
PPh pasal 23
xx
PPh pasal 24
xx
Total kredit pajak
xxx (-)
Dasar penghitungan angsuran
xxx
Angsuran PPh pasal 25 = dasar penghitungan angsuran : 12 (atau jumlah bulan
dalam bagian tahun pajak)
Contoh:
Pajak penghasilan yang terutang untuk PT Kartika berdasarkan SPT tahunan PPh tahun 2006 sebesar Rp150.000.000. Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga serta yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2006 adalah sebagai berikut:
- pajak penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh pasal 22) sebesar
Rp20.000.000
- Pajak penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh pasal 23) sebesar
Rp25.000.000
- Pajak penghasilan yang dibayar di luar negeri yang dapat dikreditkan (PPh
pasal 24) sebesar Rp15.000.000
Penghitungan angsuran PPh pasal 25 untuk tahun pajak 2007 adalah sebagai
berikut:
PPh terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2006
Rp150.000.000
Kredit Pajak:
PPh pasal 22
Rp20.000.000
PPh pasal 23
Rp25.000.000
PPh pasal 24
Rp15.000.000
Total kredit pajak
Rp 60.000.000 (-)
Dasar penghitungan angsuran
Rp 90.000.000
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak setiap
bulan (PPh pasal 25) dalam tahun 2007 adalah:
Rp90.000.000 : 12 = Rp7.500.000


Penghitungan angsuran PPh pasal 25 untuk bulan-bulan
sebelum batas waktu penyampaian SPT tahunan PPh
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dapat disampaikan paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir (31 Maret tahun berikutnya). Jika wajib pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh pada batas waktu tersebut, angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak pada bulan-bulan sebelum batas waktu tersebut (angsuran bulan januari dan pebruari) belum dapat diketahui secara pasti.
Merurut pasal 25 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2000, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tersebut adalah sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhit tahun pajak yang lalu.
Contoh:
PT kartika menyampaikan SPT tahunan PPh untuk tahun pajak 2006 pada
tanggal 29 Maret 2007 dengan data sebagai berikut:
Pajak yang terutang Rp200.000.000. Kredit pajak terdiri dari PPh pasal 22 Rp25.000.000; PPh pasal 23 Rp35.000.000; PPh pasal 24 Rp20.000.000. jika besarnya angsuran PPh pasal 25 bulan Desember 2006 Rp8.000.000. Hitunglah besarnya angsuran PPh pasal 25 selama tahun 2007.
Pajak penghasilan yang terutang
Rp200.000.000
Kredit pajak:
PPh pasal 22
Rp25.000.000
PPh pasal 23
Rp35.000.000
PPh pasal 24
Rp20.000.000
Total kredit pajak
Rp 80.000.000 (-)
Dasar penghitungan angsuran
Rp120.000.000
Besarnya angsuran PPh pasal 25 untuk bulan Januari dan Pebruari 2007 adalah sama dengan angsuran PPh pasal 25 bulan Desember tahun 2006, yaitu Rp8.000.000.
Besarnya angsuran PPh pasal 25 mulai bulan Maret tahun 2007 adalah:
Rp120.000.000 : 12 = Rp10.000.000.
Penghitungan angsuran PPh pasal 25 jika dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat Ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran PPh pasal 25 dihitung kembali bersadarkan surat ketetapan tersebut. Perubahan besarnya angsuran pajak tersebut berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan diterbitkannya surat ketetapan pajak tersebut.
Contoh:



PT ABC menyampaikan SPT tahunan PPh untuk tahun pajak 2006 dengan
data sebagai berikut:
Pajak terhutang
Rp300.000.000.
Kredit pajak terdiri atas
PPh pasal 22
Rp20.000.000;
PPh pasal 23
Rp20.000.000 dan
PPh pasal 24
Rp20.000.000.
Total kredit pajak
Rp 60.000.000 (-)
Dasar penghitungan angsuran
Rp240.000.000
Angsuran PPh pasal 25 bulan Desember 2006 adalah Rp12.000.000.
Anguran PPh pasal 25 bulan Januari dan Pebruari 2007 masing-masing
Rp12.000.000.
Angsuran PPh pasal 25 mulai bulan Maret dan seterusnya adalah:
Rp240.000.000 : 12 =Rp20.000.000
Dalam bulan September 2007 telah diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak 2006 yang menyebutkan bahwa besarnya angsuran pajak setiap bulan adalahRp15.000.000. Berdasarkan ketentuan pasal 25 (ayat 4) UU No. 17 Tahun 2000, besarnya angsuran pajak mulai bulan oktober 2007 adalah
Rp15.000.000.
Berdasarkan contoh kasus di atas angsuran PPh pasal 25 PT ABC untuk tahun
2007 adalah sebagai berikut:
- angsuran untuk bulan Januari dan Pebruari Rp12.000.000 per bulan
- angsuran untuk bulan Maret sampai dengan September Rp20.000.000
- angsuran untuk bulan Oktober sampai dengan Desember Rp15.000.000 per
bulan.
Pajak penghasilan pasal 25 dalam hal-hal tertentu
1. Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian.
2. Wajib pajak mendapatkan penghasilan tidak teratur.
3. SPT Tahun lalu disampaikan melebihi batas waktu yang ditentukan.
4. Wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh).
5. Wajib Pajak membrtulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar daripada angsuran bulanan sebelum pembetulan.
6. Terjadi perubahan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian
Jika Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian, besarnya angsuran PPh pasal 25 sama dengan PPh yang dihitung atas dasar penghitungan PPh dikurangi dengan PPh yang dipungut atau dipotong atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai dengan ketentuan pasal 21, 22, 23 dan 24 UU No. 17 tahun 2000 kemudian dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.


Contoh:
PT Saras menyampaikan SPT tahunan PPh tahun pajak 2006, pada 30 Maret 2007
dengan data sebagai berikut:
Penghasilan neto Rp250.000.000, sisa kerugian yang masih dapat dikompensasikan sebesar Rp300.000.000. sisa kerugian ini berasal dari kerugian tahun 2004 sebesar Rp500.000.000 dan telah dikompensasikan pada laba tahun 2005 sebesar Rp200.000.000. PPh yang telah dipungut/dipotong oleh pihak lain selama tahun 2006 terdiri dari: PPh pasal 22 sebesar Rp5.000.000 dan PPh pasal 23 Rp7.500.000.
Penghitungan angsuran PPh pasal 25 tahun 2007 adalah sebagai berikut:
Penghasilan neto
Rp250.000.000
Sisa kerugian yang masih bisa dikompensasikan
Rp300.000.000 (-)
Sisa kerugian yang belum dikompensasikan
Rp 50.000.000
Penghasilan yang digunakan sebagai dasar penghitungan angsuran PPh pasal 25
adalah:
Rp250.000.000 – Rp50.000.000 = Rp200.000.000
PPh terutang:
10% x Rp50.000.000
Rp 5.000.000
15% x Rp50.000.000
Rp 7.500.000
30% x Rp100.000.000
Rp30.000.000 (+)
Rp42.500.000
Kredit Pajak/pengurangan:
PPh pasal 22
Rp 5.000.000
PPh pasal 23
Rp 7.500.000 (+)
Rp12.500.000 (-)
Dasar penghitungan angsuran PPh pasal 25
Rp30.000.000
Angsuran PPh pasal 25 untuk tahun 2007 adalah:
Rp30.000.000 : 12 = Rp2.500.000
Jika SPT Tahunan PPh tahun pajak 2006 disampaikan pada bulan maret tahun 2007, maka angsuran PPh pasal 25 bulan Januari dan Pebruari 2007 didasarkan pada angsuran PPh pasal 25 bulan Desember 2006. pada contoh di atas besarnya angsuran PPh pasal 25 bulan Desember 2006 adalah NIHIL, maka angsuran PPh pasal 25 untuk bulan Januari dan Pebruari 2007 juga NIHIL. Sedangkan mulai bulan Maret 2007 besarnya angsuran PPh pasal 25 adalah Rp2.500.000.



2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur
Yang dimaksud dengan penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazim diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak. Penghasilan ini dapat bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, maupun pengalihan harta dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan PPh secara final.
Bagi Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan tidak teratur, besarnya angsuran PPh pasal 25 dihitung berdasarkan PPh atas penghasilan teratur (penghasilan neto dikurangi dengan penghasilan tidak teratur) dikurangi dengan PPh yang dipotong atau dipungut atau dibayar/terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan berdasarkan ketentuan pasal 21, 22, 23 dan 24 UU No. 17 tahun 2000, kemudian dibagi dengan 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak
Contoh:
PT Kharisma sebuah perusahaan dagang menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk
tahun pajak 2006 pada tanggal 25 Maret 2007 dengan data sebagai berikut:
Dalam tahun 2006 PT Kharisma memperoleh laba usaha Rp200.000.000. Selain laba usaha tersebut, PT Kharisma juga memperoleh penghasilan dari penyewaan aset sebesar Rp100.000.000 untuk jangka waktu sewa 5 tahun yang diterima sekaligus pada tahun 2006. Kredit pajak yang telah dipotong/dipungut oleh pihak ketiga sebesar Rp2.500.000 untuk PPh pasal 22 dan Rp10.000.000 untuk PPh pasal 23. Angsuran PPh pasal 25 bulan Desember 2006 Rp2.000.000. Jumlah angsuran PPh pasal 25 selama tahun pajak 2006 adalah Rp24.000.000.
Dari data tersebut di atas hitunglah angsuran PPh pasal 29 tahun pajak 2006 dan
angsuran PPh pasal 25 untuk tahun pajak 2007!
Penghitungan PPh pasal 25
Penghasilan neto (Penghasilan Kena Pajak)
Rp200.000.000
Pajak terutang:
10% x Rp50.000.000
Rp 5.000.000
15% x Rp50.000.000
Rp 7.500.000
30% x Rp100.000.000
Rp30.000.000 (+)
Pajak Penghasilan Terutang
Rp 42.500.000
Kredit Pajak:
PPh pasal 22
Rp 2.500.000
PPh pasal 23
Rp10.000.000 (+)
Total Kredit Pajak
Rp 12.500.000 (-)
Dasar penghitungan angsuran PPh pasal 25
Rp 30.000.000
Total angsuran PPh pasal 25 selama tahun 2006
Rp 24.000.000 (-)
PPh pasal 29 untuk tahun pajak 2006
Rp 6.000.000
Berdasarkan perhitungan di atas
- besarnya PPh pasal 29 untuk tahun pajak 2006 adalah Rp6.000.000
- besarnya angsuran PPh pasal 25 untuk bulan Januari dan Pebruari 2007
masing-masing Rp2.000.000
- besarnya angsuran PPh pasal 25 mulai bulan Maret 2007 sebesar:
Rp30.000.000 : 12 = Rp2.500.000


3. SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah
lewat batas waktu yang ditentukan.
PT Mekar Jaya menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2006 pada tanggal
20 Mei 2007 dengan data sebagai berikut:
- Penghasilan neto/penghasilan kena pajak
Rp300.000.000
PPh terutang:
10% x Rp50.000.000
Rp 5.000.000
15% x Rp50.000.000
Rp 7.500.000
30% x Rp200.000.000
Rp60.000.000 (+)
Total PPh terutang
Rp
72.500.000
- Kredit pajak:
PPh pasal 22
Rp 7.500.000
PPh pasal 23
Rp 5.000.000 (+)
Total Kredit Pajak
Rp
12.500.000 (-)
Dasar penghitungan PPh pasal 25
Rp
60.000.000
PPh pasal 25 yang dibayar pada bulan Desember 2006 adalah Rp3.500.000
- PPh pasal 25 yang diangsur untuk bulan Januari dan Pebruari 2007 sama
dengan PPh pasal 25 bulan Desember 2006 yaitu Rp3.500.000.
- PPh pasal 25 yang dibayarkan/diangsur untuk bulan Maret dan April 2007 masih sama dengan PPh pasal 25 bulan Januari dan Pebruari 2007, yaitu sebesar Rp3.500.000, karena sampai tanggal 15 April (batas pembayaran PPh pasal 25 untuk masa pajak Maret 2007) SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2006 belum disampaikan.
- SPT Tahunan PPh Tahun pajak 2006 disampaikan pada 20 Mei 2007 sehingga angsuran PPh pasal 25 untuk bulan Mei 2007 sudah berdasarkan data SPT tahunan PPh tahun 2006, yaitu sebesar:
Rp60.000.000 : 12 = Rp5.000.000
- Pada saat penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun 2006 (20 Mei 2007) PT Mekar Jaya harus melunasi kurang bayar angsuran PPh pasal 25 sebesar Rp5.000.000 (angsuran sesuai dengan data SPT) – Rp3.500.000 (angsuran PPh pasal 25 Bulan Maret dan April) x 2 bulan (Maret dan April) = Rp3.000.000 ditambah dengan bunga 2% per bulan dengan perhitungan sebagai berikut:
Bunga keterlambatan angsuran Maret = 2 x 2% x Rp1.500.000 = Rp60.000
Bunga keterlambatan angsuran April = 2% x Rp1.500.000
= Rp30.000 (+)
Total bunga yang harus dibayarkan
= Rp90.000
4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan waktu penyampaian SPT PPh
PT Sejahtera menyampaikan permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT tahunan PPh untuk tahun pajak 2006 pada tanggal 15 Januari 2007, dengan menyampaikan penghitungan sementara sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak
Rp600.000.000
Pajak Penghasilan yang terutang:



10% x Rp 50.000.000
Rp 5.000.000
15% x Rp 50.000.000
Rp 7.500.000
30% x Rp500.000.000
Rp150.000.000 (+)
Rp162.500.000
Kredit pajak PPh pasal 22, 23 dan 24
Rp 42.500.000 (-)
Dasar penghitungan PPh pasal 25
Rp120.000.000
PPh pasal 25 yang diangsur pada bulan Desember 2006 Rp 8.000.000
Ijin perpanjangan waktu diberikan sampai selambat-lambatnya tanggal 30 Juni 2007. SPT Tahunan PPh tahun pajak 2006 baru disampaikan pada tanggal 5 Juni 2007 dengan data sebagai berikut:
Penghasilan neto/penghasilan kena pajak
Rp700.000.000
Pajak yang terutang:
10% x Rp 50.000.000
Rp 5.000.000
15% x Rp 50.000.000
Rp 7.500.000
30% x Rp600.000.000
Rp180.000.000 (+)
Total Pajak terutang
Rp192.500.000
Kredit pajak PPh pasal 22, 23 dan 24
Rp 42.500.000 (-)
Dasar penghitungan PPh pasal 25
Rp150.000.000
Angsuran PPh pasal 25 tahun 2007 menurut SPT:
Rp150.000.000 : 12 = Rp12.500.000
- PPh pasal 25 Bulan Januari dan Pebruari 2007 sama dengan PPh pasal 25
bulan Desember 2006, yaituRp8.000.000.
- PPh pasal 25 bulan Maret dan April 2007 sesuai dengan perhitungan
sementara, yaitu Rp120.000.000 : 12 = Rp10.000.000
- PPh pasal 25 yang seharusnya diangsur pada bulan Maret dan seterusnya mestinya Rp12.500.000 (sesuai perhitungan SPT). Namun Bulan Maret sampai April PT Sejahtera hanya membayar PPh pasal 25 Rp10.000.000,
sehingga terjadi kurang bayar sebesar
2 x (Rp12.500.000 – Rp10.000.000) = Rp5.000.000.
Kekurangan ini mesti dilunasi dengan ditambah bunga 2% per bulan yaitu:
Bunga angsuran Maret = 2 x 2% x Rp2.500.000 = Rp100.000
Bunga angsuran April = 2% x Rp2.500.000
= Rp 50.000 (+)
Total Bunga
Rp150.000
5.Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan PPh
yang pengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dibandingkan dengan
angsuran bulanan sebelum pembetulan.
PT Mulia menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun 2006 pada tanggal 29 Maret
2007 dengan data sebagai berikut:
Penghasilan neto/kena pajak
Rp800.000.000
Pajak yang terutang:
10% x Rp 50.000.000
Rp 5.000.000
15% x Rp 50.000.000
Rp 7.500.000
30% x Rp700.000.000
Rp210.000.000 (+)
Total Pajak terutang
Rp222.500.000


Kredit pajak PPh pasal 22, 23 dan 24
Rp 42.500.000 (-)
Dasar penghitungan PPh pasal 25
Rp180.000.000
Angsuran PPh pasal 25 bulan Desember 2006 adalah
Rp 10.000.000
Pada tanggal 9 September 2007 PT Mulia melakukan pembetulan SPT Tahunan
PPh tahun 2006 dengan data baru sebagai berikut:
Penghasilan neto/kena pajak
Rp1.000.000.000
Pajak yang terutang:
10% x Rp 50.000.000
Rp 5.000.000
15% x Rp 50.000.000
Rp 7.500.000
30% x Rp900.000.000
Rp270.000.000 (+)
Total Pajak terutang
Rp282.500.000
Kredit pajak PPh pasal 22, 23 dan 24
Rp 42.500.000 (-)
Dasar penghitungan PPh pasal 25
Rp240.000.000
Penghitungan PPh pasal 25 tahun pajak 2007 adalah sebagai berikut:
a. PPh pasal 25 bulan Januari dan Pebruari 2007 sama dengan angsuran
PPh pasal 25 bulan Desember 2006, yaitu Rp10.000.000.
b. PPh pasal 25 mulai maret 2007 sampai sebelum dilakukan pembetulan SPT adalah sesuai dengan penghitungan berdasarkan SPT tahunan sebelum pembetulan, yaitu sebesar:
Rp180.000.000 : 12 = Rp15.000.000
c. PPh pasal 25 setelah pembetulan dihitung kembali sesuai dengan data
SPT pembetulan, yaitu sebesar:
Rp240.000.000 : 12 = Rp20.000.000
d. PPh pasal 25 bulan Maret sampai dengan Juli 2007 disetor sebesar Rp15.000.000, padahal seharusnya Rp20.000.000. Sehingga terjadi kurang bayar sebesar: 5 x (Rp20.000.000 – Rp15.000.000) = Rp25.000.000
e. Kurang bayar sebagaimana pada huruf d harus dilunasi dan ditambah
bunga 2% per bulan
6. Terjadi perubahan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
PT Sumber Sehat berkedudukan di Jogjakarta menyampaikan SPT tahunan tahun
2006 pada 25 Maret 2007 dengan data sebagai berikut:
Penghasilan neto/kena pajak
Rp1.000.000.000
Pajak yang terutang:
10% x Rp 50.000.000
Rp 5.000.000
15% x Rp 50.000.000
Rp 7.500.000
30% x Rp900.000.000
Rp270.000.000 (+)
Total Pajak terutang
Rp282.500.000
Kredit pajak PPh pasal 22, 23 dan 24
Rp 42.500.000 (-)
Dasar penghitungan PPh pasal 25
Rp240.000.000
Angsuran PPh pasal 25 Bulan Desember 2006
Rp 15.000.000



Berdasarkan data SPT tersebut di atas maka angsuran PPh pasal 25 untuk tahun
2007 adalah sebagai berikut:
PPh pasal 25 Bulan Januari dan Pebruari 2007 sama dengan PPh pasal 25
Desember 2006, yaitu Rp15.000.000.
Angsuran PPh pasal 25 bulan Maret dan seterusnya sebesar:
Rp240.000.000 : 12 = Rp20.000.000
Pada bulan Juli 2007 terjadi bencana berupa angin puting beliung sehingga mengakibatkan kerusakan yang signifikan pada fasilitas produksi perusahaan tersebut. Dengan kejadian tersebut PT Sumber Sehat pada bulan Juli 2007 mengajukan penurunan angsuran PPh pasal 25 menjadi Rp10.000.000 dilampiri dengan peritungan yang mendukung. Jika permohonan ini dikabulkan maka PT sumber sehat pada bulan berikutnya (Agustus 2007) akan mengangsur PPh pasal 25 sebesar Rp10.000.000.
PT Kartika mulai beroperasi pada bulan Pebruari 2007. Laporan keuangan bulan Pebruari 2007 menunjukkan bahwa penghasilan neto bulan Pebruari 2007 sebesar Rp20.000.000.
Perhitungan PPh pasal 25 bulan Pebruari 2007 dan seterusnya:
Penghasilan neto sebulan
Rp 20.000.000
Penghasilan neto setahun
Rp240.000.000
Pajak terutang:
10% x Rp50.000.000 =Rp 5.000.000
15% x Rp50.000.000 =Rp 7.500.000
30% x Rp140.000.000 Rp42.000.000 +
Rp 54.500.000
Angsuran PPh pasal 25 tahun 2007 = Rp54.500.000 : 12 =Rp4.541.667
Pajak Penghasilan Pasal 26

Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/ dipotong atas penghasilan yang bersumberdari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak(WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) diIndonesia.
Pemotong PPh Pasal 26
- Badan Pemerintah;
- Subjek Pajak dalam negeri;
- Penyelenggara Kegiatan;
- BUT;
- Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selainBUT di Indonesia.
Tarif dan Objek PPh Pasal 26
1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yangditerima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa :
a.dividen;
b.bunga, premium, diskonto, premi swap,dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian hutang;
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.

2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
a. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
b. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.

3. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.

4. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.

Saat Terutang, Cara Pemotongan, Penyetoran, dan SPT Masa PPh Pasal 26
1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.

2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
- lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
- lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
- lembar ketiga untuk arsip Pemotong.

3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.

4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Contoh :
Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2001, penyetoran paling lambat tanggal 10 Juni 2001; dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2001.
Pengecualian
1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat:
a. dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan;
b. dilakukan dalam tahun berjalan atau selambatlambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
c. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-kurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.

2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar